BSM Edu

Minggu, 07 Oktober 2012

LAB KIMIA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN ENTREPRENEURSHIP



Abstraksi
Mata pelajaran Kimia di SLTP/SMA yang nuansa teoritisnya (kognitifnya) sangat kental, sudah lama dirasakan terpisah dari kehidupan sehari-hari.   Revitalisasi fungsi lab kimia kiranya dapat menjembatani ruang teoritis ini sehingga Kimia dapat menjadi mata pelajaran yang aplikatif dan adaptif.  Dengan bertumpu pada aplikasi Kimia dalam teknologi pangan, teknologi tepat guna dan resep obat tradisional, maka fungsi Kimia sebagai bagian dari kecakapan hidup (life skill) dapat diimplementasikan.   Dengan pola ini akan didapat tiga keuntungan pokok yaitu : pelajaran Kimia menjadi sinambung dengan kehidupan sehari-hari dan selalu up to date, mental kewirausahaan (enterpreneurship) dapat ditumbuhkan di kalangan siswa, serta lab Kimia menjadi mandiri secara finansial. Oleh sebab itu, revitalisasi lab Kimia sebagai media pembelajaran enterpreneurship merupakan metode pembelajaran holistik yang membumi.

PENDAHULUAN

Alasan Pemilihan Judul :
Ada dua masalah pokok yang harus dicarikan jalan keluarnya bila kita ingin agar mata pelajaran Kimia yang nuansa kognitifnya sangat kental itu menjadi mudah dicerna oleh siswa  :
  1. Praktikum Kimia harus berjalan seiring dengan Teori Kimia yang diajarkan di kelas.  Namun untuk membuat kegiatan Praktikum ini menjadi rutin, biasanya sekolah terkendala pada harga peralatan laboratorium dan bahan-bahan kimia yang sangat mahal.
  2. Jumlah jam tatap muka untuk mata pelajaran Kimia yang hanya 3-4 jam per minggu dengan bahan ajar (materi) yang begitu banyak dan begitu luas cakupannya membutuhkan guru yang sangat kreatif agar pembelajaran Kimia tidak kelihatan menjadi sangat sukar sehingga siswa terjebak dalam kegiatan ”les privat” tanpa henti atau kebalikannya : kimia menjadi sekedar bahan ceramah dan tanya jawab tanpa pendalaman materi yang cukup memadai.
Untuk mengatasi kedua kendala di atas, maka penulis mengusulkan agar guru selalu membuat mata pelajaran Kimia menjadi aplikatif dan adjustable, misalnya melalui pembuatan mie basah, chicken nugget, bistik ketimun, tahu bakso dll.   Dengan demikian, mata pelajaran Kimia dapat dibuat membumi dan relevan dengan kehidupan sehari-hari sekaligus dapat mengatasi masalah pengangguran dan urbanisasi.

Latar Belakang Masalah :
  1. Jumlah jam tatap muka yang sangat terbatas dalam penyampaian Teori Kimia di kelas dan muatan akademis yang sarat beban telah mendorong para guru untuk selalu berkutat di kelas dan merasa dikejar-kejar target.  Akibatnya para guru lalu menggusur kegiatan Praktikum Kimia dari kegiatan rutin yang berdiri sendiri menjadi kegiatan demonstrasi di kelas atau kegiatan instruksional di lab. Apa tolok ukurnya?  Semua laporan praktikum yang dibuat siswa akan kelihatan sangat seragam dan tak menyisakan sedikitpun  ruang untuk eksplorasi dan penelitian.  Mata pelajaran Kimia menjadi tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari.
  2. Harga bahan-bahan/zat-zat kimia yang sangat mahal dan tidak selalu tersedia di pasar telah memaksa para guru untuk menghapus praktikum yang memerlukan banyak zat kimia yang mahal seperti penggaraman dan analisa kualitatif-kuantitatif.  Akibatnya pemahaman siswa tentang Kimia menjadi tidak utuh dan tidak sinkron dengan mata pelajaran sains (IPA) yang lain.
Oleh sebab itu, penulis mengusulkan untuk membuat terobosan dalam mengatasi kendala biaya dengan memfokuskan kegiatan Praktikum Kimia pada teknologi pangan (seperti pembuatan abon ikan, cookies ubi jalar, coco soft drink dll), teknologi tepat guna (seperti pembuatan bedak dingin dari bengkuang, pembuatan keju, pembuatan yoghurt kering dll) dan resep obat tradisional (seperti pembuatan sirup asam, minuman beras kencur, sari temu lawak dll).  Dengan demikian tiga hal sekaligus dapat tercapai :
  1. Membuat lab kimia menjadi mandiri secara finansial
  2. Dan yang lebih penting, membuat kegiatan pembelajaran Kimia menjadi menarik dan  relevan  dengan  kehidupan sehari-hari
  3. Siswa terdorong untuk memulai kegiatan kewirausahaan (enterpreneurship)

Tujuan Penulisan :
  1. Mencegah pembelajaran Kimia menjadi ”Kimia sastra” atau Kimia hafalan
  2. Membuat kegiatan Praktikum Kimia yang membutuhkan peralatan dan bahan-bahan kimia yang mahal menjadi berkesinambungan (sustainable)
  3. Membuat kegiatan Praktikum Kimia mejadi kegiatan ekonomi yang tetap mengacu pada kegiatan ilmiah.
  4. Mengatasi masalah pengangguran dan menekan urbanisasi akibat banyaknya siswa yang telah tamat SMA yang tak dapat melanjutkan ke Perguruan Tinggi dengan cara mendorong tumbuhnya semangat kewirausahaan (enterpreneurship) sejak dini.

Evaluasi/Pengujian Hasil :
Keberhasilan program revitalisasi lab kimia ini sebagai media pembelajaran enterpreneurship dapat dilihat dari :
  1. Lab Kimia dapat membiayai dirinya sendiri, syukur bila dapat menjadi sumber keuangan baru bagi sekolah sehingga program sekolah murah dapat diwujudkan
  2. Tumbuhnya kegiatan UKM (SMEs =samll and medium enterprises) di sekitar sekolah

REVITALISASI LAB KIMIA

Revitalisasi lab kimia dapat diwujudkan melalui penerapan teknologi pangan, teknologi tepat guna dan resep obat tradisional secara simultan
  1. Teknologi pangan
Untuk kelas X SMA, kami mengusulkan agar siswa dapat belajar mebedakan apa itu proses fisika dan proses kimia sekaligus belajar tentang konsentrasi zat (M,m, % berat, % volume) melalui bahan-bahan berikut ini :
            - Coco soft drink : minuman kesehatan dari air kelapa
            - French fries ubi jalar
            - Mentega kacang tanah
            - Susu kedelai
            - Kecap keong sawah
            - Kerupuk terung
            - Manisan kering ubi jalar, dll
Untuk kelas XI dimana siswa mulai belajar kimia analitik dan sifat kolegatif larutan, maka penulis mengusulkan bahan-bahan berikut ini :
            - Sosis tempe
            - Minuman sari lidah buaya
            - Tauco kecipir
            - Yam tomat
            - Keripik bengkuang
            - Kerupuk kulit buah melinjpo
            - Pembuatan mie singkong
            - Pembuatan chicken nugget, dll
Untuk kelas XII  dimana siswa mulai belajar kimia polimer dan biokimia, maka penulis mengusulkan bahan-bahan berikut ini :
            - Pembuatan keju
            - Pembuatan yoghurt kering
            - Pikel mentimun atau terong
            - Tortila
            - Cookies  ubi jalar
            - Soyghurt
            - Nasi instant
            - Mentega kacang tanah, dll
  1. Teknologi tepat guna dapat mulai diperkenalkan di semester II kelas X seperti :
- Pembuatan bedak dingin dari bengkuang
- Pembautan cebe kering  dan cabe bubuk
- Lem kulit kering
- Minyak atsiri jahe
- Pembuatan oven sederhana
- Pembuatan alat pengering sederhana, dll
  1. Resep obat tradisional dapat mulai diperkenalkan di kelas XI seperti :
- Pembuatan minuman beras kencur
- Pembuatan minuman sari temu lawak
- Pembuatan sirup asam
- Pembuatan minuman kunyit asam, dll
     Pemilihan bahan-bahan diatas mewakili salah satu subyek dalam pembelajaran Kimia yang juga
     dapat diganti dengan topik lain yang sesuai.  Masih banyak topik lain yang relevan yang karena
     keterbatasan halaman karya tulis ini, tak dapat ditampilkan satu per satu.
     Topik-topik di atas dipilih karena :
            - ketersediaan bahan di hampir semua tempat
            - kemudahan dan kecepatan proses pembuatan sehingga hasilnya dapat langsung diamati
              dan dinikmati. 
     Hal ini akan memacu para siswa untuk terus berkreasi dan memperdalam ilmunya.

ENTERPRENEURSHIP DAN PENGATASAN PENGANGGURAN

Tidak semua siswa SMA dapat melanjutkan ke Perguruan Tinggi.  Oleh karenanya arus pengangguran generasi muda ini makin lama makin besar jumlahnya.  Maka penting sekali pihak sekolah sejak awal memikirkan jalan keluar bagi para siswa ini agar kelak bisa mandiri.
Dengan pengenalan teknologi pangan, teknologi tepat guna dan resep obat tradisional dalam pembelajaran Kimia, maka dua keuntungan didapat :
  1. Diversifikasi pangan dan pemberian nilai tambah pada produk pertanian dapat diwujudkan
  2. Semangat untuk berwiraswasta dapat ditumbuhkan sejak dini
Yang menjadi kendala adalah permodalan.  Untuk ini sebaiknya sekolah memelopori pendirian koperasi (CU) dimana sisa dapat menabung, sehingga setelah siswa lulus, siswa dapat mempunyai bekal yang cukup untuk modal usahanya.  Degan tercukupinya nafkah di tempat asalnya, maka para pemuda ini tidak tergoda untuk mencari penghasilan di kota-kota besar.  Urbanisasi dapat ditekan sampai tingkat minimal.

PENUTUP

Masalah pendidikan dan ketenaga-kerjaan di Indonesia yang begitu kompleks tak dapat hanya didiskusikan atau diseminarkan.   Dibutuhkan tindakan nyata untuk mengatasi masalah ini sebelum menjadi pemicu makin meluasnya kemiskinan dan kebodohan di desa-desa dan daerah-daerah pedalaman.  Semoga langkah revitalisasi lab kimia ini sebagai media pembelajaran enterpreneurship dapat memberi sumbangsih dalam peningkatan mutu/kualitas pengajaran Kimia sekaligus dapat membantu mengatasi pengangguran dan urbanisasi.