BSM Edu

Minggu, 02 Oktober 2011

INTISARI MEMBUAT PELAJARAN SAINS MEMBUMI


Penggunaan zat-zat kimia dalam kehidupan sehari-hari sering kali menjadi ajang penebar racun yang sangat masif tanpa kita sadari.  Misalnya penggunaan zat pewarna tekstil dalam jajanan anak-anak atau penggunaan formalin dalam pengawetan tahu atau penggunaan eternit dari asbes untuk plafond (langit-langit) rumah, dll.  Nampaknya ada kesenjangan yang tajam antara teori Kimia yang dipelajari di kelas dengan terapan Kimia dalam kehidupan sehari-hari.  Reaksi kimia kelihatannya dipahami sebagai reaksi antar zat yang terjadi di laboratorium, yang terpisah sama sekali dengan reaksi badan dan tubuh manusia.  Sampai INTISARI memuat bahaya penggunaan siklamat pada bulan Oktober 1982, masyarakat tidak juga sadar akan dampak racun dari zat yang dipakai secara massal itu.  Masyarakat kita tenang-tenang terus, memakainya dalam industri makanan dan minuman.  Kita tidak ribut tentang gula siklamat, tetapi ramai membicarakan tentang gula singkong, apakah layak konsumsi menggantikan gula tebu yang sudah beredar luas itu atau apakah harganya akan terjangkau atau tidak.  
Pada artikel GULA FRUKTOSA DARI SINGKONG, yang dimuat di INTISARI bulan Februari 1983 sudah dijelaskan secara populer oleh Slamet Soeseno tentang reaksi kimia terbentuknya gula dari pati (singkong), tetapi upaya untuk “membumikan” Ilmu Kimia dalam pembelajaran di kelas masih terasa di awang-awang, pelajaran Kimia masih terasa sebagai salah satu momok di sekolah. 
Artikel yang mengubah kehidupan saya sebagai guru Kimia adalah tulisan yang sangat sulit tapi disajikan secara bersahaja oleh Slamet Soeseno tanpa kehilangan nilai ilmiahnya, yaitu TEMULAWAK PARA PELAWAK, yang dimuat di INTISARI bulan September 1990.  Sejak itu secara intens, saya selalu berusaha membuat Ilmu Kimia di kelas menjadi relevan dengan kehidupan.  Upaya ini diuji melalui penampilan kajian para siswa dalam LKIR (Lomba Karya Ilmiah Remaja) yang diselenggarakan oleh LIPI-TVRI dan LPIR (Lomba Penelitian Ilmiah Remaja) yang diadakan oleh Depdiknas.  Seiring perjalanan waktu, berbagai percobaan kimia dari para siswa kemudian ditampilkan secara berkala di acara Krida Remaja di TVRI dan di ajang pameran di JCC, mulai BOM (Bursa Orang Muda) yang digagas oleh Sys NS sampai acara-acara pameran kreativitas dari Menpora dan LIPI. 
Saya beruntung karena beberapa siswa kemudian mengikuti jejak saya menjadi guru Kimia yang di kemudian hari, dikenang sebagai guru sains yang membumi, yang menghasilkan murid-murid yang kelak menjadi peneliti dan dosen yang menekuni bidang kering ini yaitu sains dan matematika.
Sekarang saya menjadi tutor untuk Disain Kurikulum bagi para guru di berbagai daerah.  Dengan demikian, “efek bola salju” dari upaya membumikan sains di kelas dapat digulirkan secara lebih intens.  Kualitas guru dapat lebih ditingkatkan (guru menjadi lebih profesional), sehingga sains dapat disajikan secara lebih populer dan siswa terbantu untuk menjadi “ilmuwan” sejak dini.   Upaya ini sekarang jadi nampak lebih mudah dengan adanya berbagai rubrik di INTISARI, seperti kuis TOLONG DONG ! yang membumikan pelajaran Matematika dan FENOMENA yang diasuh oleh Prof. Yohanes Surya, yang berupaya membumikan pelajaran Fisika.

ARTIKEL INI DIAJUKAN UNTUK LOMBA INSPIRASI MAJALAH INTISARI

Artikel ini berhasil menjadi pemenang Lomba Inspirasi Majalah INTISARI - Pengumuman pemenang dimuat dalam Majalah INTISARI, edisi September 2011 (No. 583)  halaman 159

Petikan artikel ini : "Artikel "Temulawak Para Pelawak" (Intisari, September 1990) mengubah hidup saya sebagai guru Kimia.  Materi yang sulit mampu disajikan majalah ini secara bersahaja, tanpa kehilangan nilai ilmiahnya.  Sejak itu, seperti Intisari, saya selalu berusaha membuat sains lebih membumi"
                                                                           (Wendie Razif Soetikno, Pembaca Intisari)

Petikan artikel di atas dimuat di KOMPAS, Senin 22 Agustus 2011 halaman 32 : "48th ANNIVERSARY Intisari SMART & INSPIRING"

MERENCANAKAN EKSKUL YANG MENUNJANG KTSP


        Bila kita telah menyelesaikan Dokumen II dari KTSP (yang berisi 16 langkah Penyusunan KTSP menurut Prof. J. Bloom dan juga telah melakukan PTK (penelitian tindakan kelas), maka kita dapat menentukan keunggulan lokal yang sesuai dengan Visi dan Misi sekolah di Dokumen I dari KTSP.  Keunggulan lokal ini harus bisa diimplementasikan (jadi bukan hanya sekdar wacana), yang dioperasionalkan dalam bentuk aneka kegiatan ekskul (ekstra kurikuler) yang bertujuan :
(1). Menambah pengetahuan dan wawasan siswa (mempunyai fungsi  pengayaan atau  enrichment ) - siswa tidak dapat memperolehnya di luar sekolah (Prof. J. Bloom)
(2). Mendukung kegiatan pemelajaran sehari-hari (memfasilitasi program link and match) sehingga kegiatan di kelas tidak terlepas dari konteksnya (kegiatan pemelajaran mempunyai kesinambungan dengan situasi dan kebutuhan lokal) - sekolah dapat menerapkan satu siklus KTSP : Plan, Do, Check dan Action (Prof. Drukheim)
(3). Melatih kepemimpinan (leadership), kewirausahaan (entrepreneurship), dan megembangkan kreativitas guru dan siswa - sekolah menerapkan manajemen kolaborasi yang sangat berguna dalam membina pembelajaran kontinu (Prof. Pakasi)

Oleh sebab itu, kegiatan ekskul ini sedapat mungkin mendekati kriteria sebagai berikut :
(1).  Ekskul harus lintas ilmu, misalnya ekskul hidroponik adalah kegiatan pengayaan yang merangkum Kimia (ilmu pemupukan dan kimia anorganik, termasuk pH), Biologi (ekologi dan tanaman semusim, termasuk hama tanaman), Fisika ( Fisika fluida, tekanan osmosis dan prinsip-prinsip kapilaritas), Ekonomi (perhitungan laba rugi penanaman semusim dengan hidroponik) dan Matematika (perhitungan kadar dan persamaan linier antara konsentrat pupuk dan tingkat pertumbuhan tanaman), dll.
Contoh kegiatan ekskul lintas ilmu yang lain adalah Mading (majalah Dinding) yang merupakan kegiatan pengayaan yang merangkum pengetahuan bahasa (mengarang, membuat puisi dll), psikologi massa (Mading bisa bagus secara visual, tetapi tetap tidak menarik bagi siswa karena ilmu psikologi massa tidak dilibatkan dalam proses pembuatannya), disain grafis termasuk pembuatan komik dan animasi, seni ilustrasi dan seni lukis, serta ketrampilan TIK (page maker, adobe photoshop, dll).
Contoh lain adalah drama musikal - kegiatan ini mencakup pengetahuan bahasa, seni teatrikal (termasuk seni suara dan seni musik), ekonomi (bagaimana menghasilkan laba saat drama musikal ini dipentaskan), komunikasi massa, psikologi massa (pemilihan sarana iklan, tempat, hari dan waktu untuk pentas drama musikal ini dalam upaya untuk meraih penonton sebanyak-banyaknya).

(2). Ekskul harus mendukung siswa agar fokus pada cita-citanya, misalnya kegiatan PMR (Palang Merah Remaja) mendorong siswa fokus pada masalah kesehatan, kedokteran komunitas dan gizi;  kegiatan Pencinta Alam akan mendorong siswa fokus pada isu konservasi dan ekologi.  Kalau merancang kegiatan Pramuka, harus fokus pada salah satu Saka (bisa Saka Bahari : mendorong siswa mendalami ilmu kelautan, Saka Dirgantara : mendorong siswa menekuni aerodinamika dan aeronautika, Saka Bhayangkara : mendorong siswa mengetahui kriminologi dan antropologi budaya) - kegiatan Pramuka sekedar sebagai kegiatan kepanduan saja (tanpa fokus ke salah satu Saka) tidak banyak menolong program pengayaan.

(3). Ekskul harus menampung rasa ingin tahu (curiosity) siswa yang tak mungkin diwadahi di kelas, misalnya KIR (Kelompok Ilmiah Remaja) yang memadukan ilmu yang didapat di kelas dengan penelitian dan penulisan karya ilmiah, termasuk memberi nilai tambah pada berbagai produk pertanian.
Jurnalisme yang memadukan ketrampilan berbahasa dan kemampuan sosialisasi di masyarakat sehingga bisa mendapat nara sumber yang kompeten, termasuk mendorong siswa agar tergabung dalam citizen Journalism.
Film (sebagai pengganti kegiatan fotografi yang tak lagi seru setelah era kamera digital saat ini) - film melatih siswa membuat script dan seni visual, serta menyampaikan ide dalam waktu pendek tapi pesannya tertangkap pemirsanya.
Atau robotika yang menggabungkan pengetahuan fisika, mekanika, matematika dan ilmu komputer.

(4). Ekskul harus mendukung program sekolah, misalnya bila sekolah memprogramkan live-in maka sekolah dapat memilih ekskul PMR dan KIR untuk kelak dapat membantu penduduk dalam masalah kesehatan dan gizi serta memberi nilai tambah pada komoditas pertaniannya.  Misalnya siswa dapat membantu penduduk dalam membuat minyak cengkeh  dari daun cengkeh yang sudah gugur, atau membuat kripik nenas, dodol kentang, dll.

(5). Ekskul harus menghindari kegiatan ekskul yang dapat diperoleh siswa di luar sekolah, misalnya seni tari seperti tari Bali, modern dance, dll. karena diluar sana sudah banyak sanggar tari yang lebih berbobot; atau ilmu bela diri seperti taekwondo, karate, pencak silat, dll atau musik akustik, seperti gitar, piano, olah vokal, dll.  Sebab bila kita memaksakan untuk melakukan duplikasi dengan apa yang sudah ada di masyarakat, ada bahaya : kita akan mendapat guru yang kurang kompeten dan teralineasi dari induknya.

(6). Kewgiatan ekskul juga harus sinkrin dengan kegiatan field trip yang diprogramkan sekolah.  Bila sekolah merencanakan karya wisata, maka kegiatan ekskul yang dipilih adalah Pramuka Saka Bhayangkara (untuk menjamin keamanan siswa di tempat-tempat umum), Jurnalisme (untuk menuliskan laporan perjalanan yang baik), dan PMR (untuk menjaga kesehatan siswa selama dalam perjalanan)

(7). Kegiatan ekskul harus menginduk pada organisasinya, sehingga siswa dapat terus mengikuti perkembangan ilmunya, misalnya panjat tebing mempunyai induk organisasi Federasi Panjat Tebing Indonesia, Pramuka menginduk pada Kwarcab Pramuka, KIR menginduk pada LIPI.  Hampir semua kegiatan ekskul mempunyai komunitasnya sendiri, dimana mereka dapat saling berinter-aksi mengembangkan ide-ide kreatifnya.  Apa keuntungannya?   Sekolah tidak kesulitan dalam memperoleh instruktur yang baik dan dedikatif. 

Apa yang hendak dituju?
Sekali lagi, kegiatan ekskul harus mendukung perwujudan dari keunggulan lokal dari sekolah yang bersangkutan.  Bila sekolah menentukan keunggulan lokalnya adalah keunggulan mata pelajaran tertentu, maka prestasi siswa dalam Olimpiade Sains harus diupayakan secara intens, oleh sebab itu pilihan ekskulnya adalah Science Club/KIR, robotika dan Pramuka Saka Bahari atau Saka Dirgantara.
Bila pihak sekolah menentukan keunggulan lokalnya adalah cinta kasih dan humanisme, maka humaniora harus jadi penekanan pemelajaran, oleh sebab itu pilihan ekskulnya adalah PMR, Jurnalisme dan kegiatan yang mengasah emosi bela rasa siswa, seperti SSV (Serikat Santo Vinsensius Konperensi Muda mudi) dan Sant' Egidio. 
Bila sekolah menekankan katolisisme sebagai keunggulan lokal, maka pilihan ekskulnya adalah Legio Mariae Presidium Junior atau paduan suara gerejani (pelantun Gregorian) - pilihan field trip-nya adalah ziarah dan pilihan pendidikan nilainya adalah live-in.
Sekali lagi, pilihan ekskul harus spesifik, dimana siswa tidak dapat memperolehnya diluar sekolah - jadi sungguh-sungguh memperkaya dn menambah wawasan siswa.  Kalau kegiatan ekskul sudah ada diluar sekolah, seperti Sanggar Tari Bali, Sanggar Seni Lukis, dll. serahkan saja hal itu kepada masyarakat (bukan bagian sekolah) dan pihak sekolah tidak perlu mengambil alih apa yang sudah menjadi tanggung jawab masyarakat.

Apa yang hendak diraih? 
        Kegiatan ekskul adalah perwujudan dari pendidikan hati - memberikan hati kita kepada anak-anak, bukan sekedar memberikan instruksi atau komando (oleh sebab itu hindarilah memberi ekskul ilmu bela diri di sekolah) - bahwa setiap anak memiliki potensi unggul yang akan tumbuh menjadi prestasi cemerlang di masa datang (Kak Seto, Ketua Komnas Perlindungan Anak pada peluncuran buku Laskar Pelangi).  Dari kegiatan ekskul yang dipilih, akan kelihatan apakah program belajar-mengajar yang disodorkan oleh pihak sekolah sungguh-sungguh berorientasi pada Visi dan Misi sekolah atau sekedar berjalan memenuhi kurikulum yang digariskan Pemerintah.
        Apa alasan pokok merencanakan kegiatan ekskul yang sinkron dengan keunggulan lokal?  Alasan utama adalah hal itu akan memberi kesempatan pada Dewan Guru untuk melakukan satu siklus KTSP : Plan, melalui pembuatan Dokumen I dan Dokumen II KTSP;  Do, melalui implementasi Kontrak Belajar; Check, melalui Catatan Kompetensi;  Action, melalui pencapaian keunggulan lokal menghadapi persaingan regional.  Dengan melakukan satu siklus KTSP : Plan, Do, Check dan Action, kita sebenarnya sudah melaksanakan manajemen kolaborasi, bukan hanya mensinkronkan seluruh isi kurikulum dengan keunggulan lokal, tapi juga mensinkronkan tujuan pemelajaran siswa dengan Visi dan Misi sekolah.  Siswa dapat menjadi lebih kreatif, yang antara lain ditandai dengan partisipasi siswa dalam pendidikan.  Misalnya dalam pendidikan kejujuran, di kantin sekolah, siswa memasukkan uang jajanannya ke kotak yang disediakan, tidak ada yang mengawasi, tapi siswa diajak berpartisipasi agar dagangan kantin tidak merugi.  Hasilnya adalah membangkitkan nilai pendidikan dengan menumbuhkan kreativitas siswa.  Lalu siswa juga bisa diajak memperbaiki serta mengisi infrastruktur sekolah yang sarat dengan kekurangan ruang publik, karena ruang publik itulah yang merangsang tumbuhnya ide-ide kreatif.  Misalnya karena lapangan sekolah sudah habis dipakai untuk membangun tempat ibadah, maka siswa dapat memanfaatkan selasar atau kelas di jam-jam kosong untuk menyalurkan energi kreatifnya.
        Dari uraian ini nampak jelas bahwa manajemen kolaborasi sangat berguna dalam membina pembelajaran kontinu dan dalam penerapan manajemen yang adaptif yang bekerja dalam skala luas (Gray, 1989), dua hal yang sangat dibutuhkan dalam pengelolaan pendidikan dewasa ini.  Maka dari itu, pendekatan kolaborasi dalam pengelolaan pendidikan merupakan "jembatan" untuk pengembangan ketrampilan lokal - termasuk ketrampilan untuk analisis masalah, perencanaan dan manajemen keuangan serta organisasi.
        Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa manfaat ekskul yang ditunjang oleh manajemen kolaborasi adalah :
(1). Kemampuan merespon siswa menjadi lebih beragam.
(2). Ditingkatkannya potensi siswa untuk menemukan jalan keluar baru dan inovatif
(3).  Prosesnya menjamin masing-masing kepentingan stakeholders dipertimbangkan didalam suatu kesepakatan.
(4). Memperbaiki hubungan antar stakeholders.
(5). Partisipasi meningkatkan penerimaan atas solusi (yang telah diputuskan) dan kemauan untuk melaksanakannya
(6). Mekanisme dan koordinasi tindakan di masa depan dapat ditetapkan
(7). Biaya yang terkait dengan metode lain dapat dihindari.
(8). Berguna dalam meningkatkan kualitas hidup penduduk melalui pendidikan murah dan berkualitas.

        Jadi kegaitan ekskul harus direncanakan secara matang, sehingga program pengayaan (enrichment) dapat memperoleh hasil yang maksimal.  Cerminannya adalah guru dapat mendorong Indikator Pemelajaran sampai ke taraf  Kecakapan Hidup (life skill), tingkat pemahaman tertinggi yang akan membentuk kepribadian siswa (konstruktivisme), misalnya dalam pelajaran Biologi - salah satu Indikatornya adalah : Siswa dapat MENJELASKAN tentang perkembangbiakan vegetatif.   Kata MENJELASKAN bisa berarti : siswa dapat mendefinisikan pengertian dari perkembangbiakan vegetatif.  Itu berarti siswa bekerja di ranah kognitif (C2).  Atau guru dapat mendorong siswa bekerja di ranah yang lebih sulit, misalnya siswa dapat menjelaskan tentang perkembangbiakan vegetatif itu juga bisa berarti : Siswa dapat menjelaskan perbedaan antara perkembangbiakan generatif dan vegetatif - itu berarti siswa bekekrja di ranah C4, hal ini lebih sulit dari ranah C2 tadi.   Atau siswa dapat menjelaskan tentang perkembangbiakan vegetatif  itu bisa juga berarti : siswa dapat praktek melakukan cangkok tanaman mangga - itu berarti siswa bekerja di ranah psikomotor (P4), hal ini lebih sulit dari ranah C4 tadi, meskipun guru tetap menggunakan indikator yang sama (Siswa dapat menjelaskan tentang perkembangbiakan vegetatif).  Atau siswa dapat menuliskan pengalamannya pada saat mencangkok dahan mawar putih di dahan kembang sepatu merah - yang berarti siswa bekerja di ranah afektif (A3).   Atau guru dapat mendorong siswa bekerja di ranah tertinggi, yaitu ranah kecakapan hidup (life skill), bila siswa didorong untuk membuat karya tulis tentang keunggulan dan kelemahan stek batang dibandingkan dengan cangkok batang - hal ini lebih sulit dari ranah afektif (A3) tadi, meskipun indikatornya tetap.
           Kapan guru dapat mendorong siswa sampai ke ranah kecakapan hidup?  Bila sekolah menyediakan ekskul yang mendukung keunggulan lokal, misalnya dalam kasus pelajaran Biologi tadi, guru dapat mendorong siswa bekerja di ranah tersulit bila di sekolah terdapat KIR - siswa dapat diberi penugasan membuat arboretum (kebun raya mini) sehingga perkembang biakan vegetatif dan generatif tercakup dalam pembuatan arboretum ini.
Pelajaran dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan dan guru pembimbing ekskul juga mendapat tugas tertentu yang dapat termonitor dengan baik.  Dengan demikian pembentukan kepribadian siswa (konstruktivisme) dapat dilakukan dengan simultan - siswa yang tadinya malas ke perpustakaan menjadi lebih rajin ke perpustakaan atau browsing internet, agar tugasnya membuat karya tulis tentang cangkok antar spesies (cangkok mawar putih di dahan kembang sepatu merah) dapat diselesaikan dengan memuaskan - kegiatan ekskul mendapat bobotnya yang hakiki, yaitu sebagai program pengayaan (enrichment) , memenuhi program link and match, melatih kepemimpinan, kewirausahaan dan pengembangan kreativitas siswa.

Dimuat di Majalah EDUCARE No. 7/V/Oktober 2008 halaman 30-31 bersambung ke halaman 34