I.
ISI
PASAL MENIMBANG
Butir
a : Kemerdekaan
menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi sebagai perwujudan hak azasi
manusia dan hak ekonomi, sosial dan
budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ……… dan
seterusnya …..
Tambahan
hak ekonomi, sosial dan budaya
diperlukan mengingat Pemerintah RI sudah meratifikasi Kovenan Internasional Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya, melalui UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Kovenan Internasional Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Mengapa
hak ekonomi, sosial dan budaya perlu ditambahkan?
Implikasinya
akan sangat luas dalam melindungi
keluarga dan anak-anak serta remaja dari
tayangan yang tidak mendidik (tayangan kekerasan atau pornografi)
Dasar hukumnya
:
Pasal 10 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya :
Ayat
1 : menyatakan perlunya perlindungan keluarga atas perawatan dan pendidikan
anak-
anak.
Ayat
3 : menyatakan perlunya perlindungan bagi anak dan remaja atas sesuatu yang
sangat
mungkin menghambat perkembangan mereka secara wajar
Konsekuensinya dalam Pasal Mengingat : perlu ditambahkan UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
II.
LEMBAGA
PENYIARAN PUBLIK
PENJELASAN
Kalau
mengacu pada definisi Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana termaktub dalam
Pasal 14 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2002 : Lembaga
penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh Negara, maka pembuatan
UU yang khusus mengatur LPP secara tersendiri tidak diperlukan
Alasannya :
- Semua lembaga BUMN yang mengatur hajat hidup orang banyak juga tidak diatur dalam suatu perundang-undangan khusus, misalnya bank-bank BUMN tunduk pada satu UU Perbankan, yang juga berlaku bagi perbankan swasta atau asing. Demikian juga Pertamina dan BP Migas tunduk pada satu UU Migas yang juga berlaku bagi perusahaan migas swasta (seperti Medco) atau asing.
- Relay juga sudah dikerjakan oleh Lembaga penyiaran Swasta, bukan lagi monopoli LPP
Yang
diperlukan bukan banyaknya dan ketatnya ketentuan dalam peraturan atau
perundang-undangan, tetapi implementasi dari peraturan atau undang-undang itu (law
enforcement)
IDENTIFIKASI MASALAH
- LPP tidak perlu diatur dalam UU
tersendiri, kecuali kalau ketentuan Pasal 14 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2002 itu
diubah dalam revisi (RUU Penyiaran) ini.
-
LP Komunitas : menurut ketentuan Pasal
21 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2002 LP Komunitas didirikan oleh komunitas tertentu
yang non partisan (ayat 3), maka dalam revisi (RUU Penyiaran) ini, ketentuan
dalam Pasal 21 ayat 2 (a) : tidak untuk
mencari laba atau keuntungan, serta ketentuan dalam Pasal 23 ayat 2 : dilarang menerima iklan, supaya dihapus agar LP Komunitas dapat
berkembang (tidak stagnan, tetapi sustainable) – sebab kalau stagnan akan
ditinggalkan pendengar/pemirsanya alias bubar.
Mohon diingat, investasi dalam bidang teknologi siaran itu cukup mahal
- Yang
juga perlu diatur adalah pewarta warga (citizen journalist) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari LP
Komunitas
Pewarta warga (citizen journalist)
bukan wartawan, tetapi melakukan tugas jurnalistik untuk LP Komunitas – mereka
sekarang bergabung dalam PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia)
Pewarta warga (citizen journalist) juga bekerja untuk
media online yang mempunyai tayangan
video
- LP Publik non-negara lain, sudah diatur
dalam Pasal 25 – 29 UU No. 32 Tahun 2002 (cukup rinci dan applicable).
III.
KOMISI
PENYIARAN INDONESIA
IDENTIFIKASI MASALAH :
-
Menjawab Identifikasi Masalah : a, b, c,
dan d maka kami berpendapat : Tentang silang sengketa antara wewenang
Pemerintah dan KPI – kami merujuk pada Salinan Lengkap Keputusan MK soal UU
Penyiaran :
- "Terhadap
dalil pemohon tersebut Mahkamah melihat adanya ambiguitas pemohon karena di
satu pihak mendalilkan KPI akan menjadi reinkarnasi Departemen Penerangan, dan
di lain pihak pemohon memohon untuk menghapuskan pasal-pasal yang sesungguhnya
membatasi kewenangan KPI yang terlalu besar yang dikhawatirkan oleh pemohon.
Dalam hubungan ini Mahkamah berpendapat bahwa sebagai lembaga negara yang
independen, seyogianya KPI juga diberi kewenangan untuk membuat regulasi
sendiri atas hal-hal yang sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan 8 UU
Penyiaran" (lihat hlm. 80 Salinan Lengkap Keputusan MK tentang UU
Penyiaran).
- Jadi, jelaslah
dalam jawaban tersebut, MK tidak mencabut posisi KPI sebagai lembaga negara
yang independen (Pasal 7) dan kewenangannya meregulasi (Pasal 8). Tidak satu
pun huruf yang ada di Pasal 8 itu diubah MK. Pasal 8 ayat (2) tetap berbunyi, "KPI mempunyai wewenang:
menetapkan standar program siaran; menyusun peraturan dan menetapkan pedoman
perilaku penyiaran; mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku
penyiaran serta standar program siaran; memberikan sanksi terhadap pelanggaran
peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
melakukan koordinasi dan/atau kerja sama dengan pemerintah, lembaga penyiaran,
dan masyarakat."
Hubungan KPI Pusat dan KPID itu
bersifat koordinatif, karena mengacu pada ketentuan Pasal 10 ayat 2 juncto Pasal 7 ayat 4 UU No. 32 Tahun 2002
Pasal 10 ayat 2
: KPI dipilih oleh DPR dan KPID dipilih oleh DPRD
Pasal 7 ayat 4
: KPI diawasi oleh DPR dan KPID diawasi oleh DPRD
h. Hubungan koordinatif ini membawa
konsekuensi pada pembiayaan : KPI Pusat tidak menanggung biaya dari KPID – hal
ini sesuai dengan bunyi ketentuan dalam Pasal 9 ayat 6 UU No. 32 Tahun 2002 : KPI dibiayai dari APBN dan KPID dari APBD
i. Tanggung jawab KPI dan KPID diatur
dalam ketentuan Pasal 53 : KPI bertanggung
jawab kepada Presiden dan melaporkannya ke DPR, sedangkan KPID bertanggung
jawab kepada Gubernur dan melaporkannya kepada DPRD
Alasannya :
-
Seusai dengan ketentuan monitoring dan
evaluasi (monev) yang berlaku universal, maka pengawas berhak meminta laporan pertanggung
jawaban dari yang diawasi. Jadi dalam
revisi (RUU Penyiaran) hanya perlu penegasan bahwa monev itu dikerjakan oleh
lembaga legeslatif (DPR untuk KPI, dan DPRD untuk KPID)
-
Karena anggaran KPI berasal dari APBN
dan anggaran KPID berasal dari APBD, maka laporan pertanggung jawaban pemakaian
anggaran itu disampaikan kepada lembaga legislatif (DPR untuk KPI dan DPRD
untuk KPID) sebagaimana termaktub dalam Pasal 34 ayat 3 UU No. 10 Tahun 2010
tentang APBN 2011
j. Pemilihan anggota KPI dan KPID diatur
dalam Pasal 10 ayat 2 : KPI dipilih oleh
DPR dan KPID dipilih oleh DPRD
k. Mekanisme banding mengacu pada Pasal
56 UU No. 32 Tahun 2002 yaitu mekanisme KUHAP
IV. SISTIM SIARAN JARINGAN (SSJ)
BATASAN
Kalau
mengacu pada ketentuan Pasal 31 ayat 2 UU No. 32 Tahun 2002 : hanya LPP yang boleh menyelenggarakan SSJ ke
seluruh wilayah, maka nampaknya ketentuan ini harus direvisi, karena
sekarang ini, LPS juga menyelenggarakan SSJ
IDENTIFIKASI MASALAH
- Perlu dirumuskan revisi (RUU Penyiaran)
yang mengantisipasi perkembangan teknologi yang sangat pesat, yaitu perubahan
dari sistim analog ke sistim digital
-
Perlu dirumuskan revisi (RUU Penyiaran)
yang mengadopsi tekonologi multiplexing, dimana beberapa sinyal pesan analog
atau aliran data digital digabung menjadi satu sinyal, sehingga pembahasan
mengenai kantor regional atau kantor cabang dari LP induk, serta penelusuran
mengenai coprogramming dan coproduction menjadi tidak relevan lagi.
-
Mengenai ijin, sekali lagi kami kutipkan
salinan keputusan MK :
"Terhadap dalil pemohon tersebut Mahkamah melihat adanya ambiguitas
pemohon karena di satu pihak mendalilkan KPI akan menjadi reinkarnasi
Departemen Penerangan, dan di lain pihak pemohon memohon untuk menghapuskan
pasal-pasal yang sesungguhnya membatasi kewenangan KPI yang terlalu besar yang
dikhawatirkan oleh pemohon. Dalam hubungan ini Mahkamah berpendapat bahwa
sebagai lembaga negara yang independen, seyogianya KPI juga diberi kewenangan
untuk membuat regulasi sendiri atas hal-hal yang sebagaimana diatur dalam Pasal
7 dan 8 UU Penyiaran" (lihat hlm. 80 Salinan Lengkap Keputusan MK
tentang UU Penyiaran).
Jadi, jelaslah dalam jawaban
tersebut, MK tidak mencabut posisi KPI sebagai lembaga negara yang independen
(Pasal 7) dan kewenangannya meregulasi (Pasal 8). Tidak satu pun huruf yang ada
di Pasal 8 itu diubah MK. Pasal 8 ayat (2) tetap berbunyi, "KPI mempunyai wewenang: menetapkan standar
program siaran; menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;
mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar
program siaran; memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman
perilaku penyiaran serta standar program siaran; melakukan koordinasi dan/atau
kerja sama dengan pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat."
V.
KEPEMILIKAN
Kepemilikan
diatur dalam Pasal 18 UU No. 32 Tahun 2002
-
Ayat 1 untuk pemusatan kepemilikan, dan Ayat 2 untuk kepemilikan silang, yang pembatasannya diserahkan kepada KPI dan
Pemerintah
Apakah
dalam revisi (RUU Penyiaran) kepemilikan ini akan diatur dalam UU ??
Kami
berpendapat hal ini perlu diatur khusus
dalam UU, mengingat
- Sifatnya sudah mendesak, yaitu bergabungnya Harry Tanoe ke Partai Nasdem, meskipun kelompok ini tidak terjun ke siaran radio dan media sosial (social media).
- Yang perlu dicermati adalah penggabungan media cetak, media online, media televisi, stasiun radio dan media social (social media) di tangan satu orang, misalnya Grup Kompas Gramedia : Harian Kompas, Penerbit Buku Kompas, Kompas.com, KompasTV, Radio Sonora, Kompasiana, Forum Kompas dan My Kompas
- Menjamurnya media online yang mempunyai Video Siaran menyebabkan kepemilikan silang menjadi hal yang biasa.
- Penggunaan teknologi multiplexing menyebabkan pemilik siaran analog dan pemilik data digital harus berbagi saluran untuk mengatasi mahalnya sumber daya. Regulasi baru harus disusun dengan cermat supaya tidak menghambat semangat penghematan ini.
- Kepemilikan yang didaftarkan sebagai perusahaan terbuka (Tbk) tunduk pada UU Pasar Modal (UU No. 8 Tahun 1995)
VI.
PERIJINAN
Masalah
perijinan sudah kami bahas di depan : Lihat halaman 80 Salinan Lengkap
Keputusan MK tentang UU Penyiaran
Identifikasi
Masalah butir f : bila terjadi transaksi yang menyebabkan perubahan pengendali
saham, maka kepemilikan itu tunduk pada UU Pasar Modal (UU No. 8 Tahun 1995)
Masalah
perijinan sudah dibahas cukup detail dalam Pasal 33 dan Pasal 34 UU No. 32
Tahun 2002
Silang
sengketa sudah diatur dalam Pasal 55 dengan pemberian sanksi administratif,
sesuai dengan semangat reformasi : TIDAK
ADA LAGI BREIDEL (PENCABUTAN IPP)
VII.
ISI
SIARAN
Dalam
UU No. 32 Tahun 2002 : ISI SIARAN diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36, SENSOR
diatur dalam Pasal 47 dan PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN diatur dalam Pasal 48
- Bila PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN hendak diubah menjadi STANDAR PROGRAM SIARAN, maka acuannya harus jelas, standar itu mengacu pada apa??
- Muatan jurnalistik diatur dalam Kode Etik Jurnalistik
- Sanksi diatur dalam Pasal 55, bukan dalam bentuk pencabutan IPP karena hal ini menyalahi semangat reformasi yang menolak pembredeilan dan penutupan lembaga penyiaran.
- Dalam revisi (RUU Penyiaran) sebaiknya ISI SIARAN, SENSOR, PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN dan SANKSI ditempatkan dalam pasal yang berurut, sehingga logika hukumnya terlihat dengan jelas.
- Khusus untuk pelarangan iklan zat aditif, termasuk rokok, maka hal ini tidak mudah dilakukan mengingat aturan bakunya yaitu Pasal 113 ayat 2 UU Kesehatan (UU No. 36 Tahun 2009) sudah dihapus.
VIII.
LEMBAGA
PENYIARAN BERLANGGANAN
Lembaga
Penyiaran Berlangganan sudah diatur cukup rinci dalam UU No. 32 Tahun 2002
pasal 25, 26, 27, 28 dan 29
Misalnya
LP Berlangganan wajib menyediakan minimal 10% dari kanal yang tersedia untuk
membawa siaran dari LP-LP non-berbayar dalam negeri, sudah termaktub dalam
ketentuan Pasal 26 ayat 2 (b).
Seandainya
LPB mempunyai program yang digemari masyarakat luas dan menjadi hak eksklusif
LPB tersebut – dan kemudian LPB itu tidak membuka akses bagi masyarakat luas
untuk menikmati program eksklusif tersebut, maka hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 27 ayat e : yang menjamin
agar siaran hanya diterima oleh pelanggan …. Kecuali kalau ketentuan ini
direvisi dalam RUU Penyiaran.
IX.
PENYIARAN
DENGAN TEKNOLOGI DIGITAL
Silang
sengketa :
- Permen Kominfo No. 12 Tahun 2011 tentang Siaran TV Digital
- Permen Kominfo No 22 Tahun 2011 tentang Penyelenggaran Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Migrasi Analog ke Digital)
- Permen Kominfo No. 23 Tahun 2011 tentang Frekuensi Digital (Rencana Induk Frekuensi Radio untuk Keperluan TV Siaran Digital Terrestrial pada Pita Frekuensi Radio 478-649 Mhz)
- Permen Kominfo No 5 Tahun 2012 tentang Standar DVB-T2
- Keputusan Menteri Kominfo No 95 Tahun 2012 tentang Peluang Usaha Multipleksing (MUX) Zona 4, Zona 5, Zona 6, Zona 7, dan Zona 15.
Permasalahan
:
-
Memperbolehkan
satu perusahaan bisa memiliki lebih dari satu infrastruktur di berbagai zona
dari 15 zona yang telah terbagi
-
Terjadinya pemusatan kepemilikan, MUX hanya diisi oleh pemodal
lama, monopoli MUX yang bisa membatasi Lembaga Program Siaran
-
Maka
penyiaran dengan teknologi digital harus
diatur dalam UU – tidak cukup dengan Permen Kominfo
Dipresentasikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi I DPR RI pada hari Rabu, 7 Maret 2012 (untuk memenuhi undangan Deputi Persidangan dan KSAP DPR RI No. LG.01/01960/DPR RI/II/ 2012 tertanggal 27 Februari 2012)