Sejak lama kurikulum sekolah dibuat dan disusun oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Kementerian Pendidikan Nasional), sekolah/guru tinggal melaksanakan saja. Maka dari itu, dalam struktur Ditjen Pendidikan Dasar & Menengah Depdikbud (sekarang Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar & Menengah Kemdiknas), terdapat Pengawas/Penilik Sekolah yang tugasnya mengawasi pelaksanaan kurikulum yang telah dibuat dan disusun oleh Pemerintah. Sekolah/guru sama sekali tidak boleh melenceng dari kurikulum yang sudah digariskan oleh Pemerintah.
Dengan demikian, sejak lama, tidak dirasa perlu adanya Jurusan Disain Kurikulum di FKIP/IKIP di Indonesia. Jurusan yang ada adalah Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan yang bertujuan memecahkan masalah belajar dan pembelajaran mulai dari yang bersifat konvensional, inovatif dan berbasis sumber berteknologi, sama sekali tak ada hubungannya dengan disain kurikulum.
Sekonyong-konyong, pada era reformasi ini, melalui Permendiknas No.22, No.23 dan No.24 Tahun 2006, Pemerintah cq Kementerian Pendidikan Nasional membebaskan sekolah/guru untuk bisa menyusun kurikulumnya sendiri. Akibatnya banyak sekolah/guru yang kebingungan tentang bagaimana cara menyusun dan mendisain kurikulum yang sesuai dengan kondisi dan situasi lokal.
Padahal kemampuan seorang guru dalam mendisain kurikulum yang menjawab tantangan lokal merupakan tolok ukur keprofesionalan guru. Akibat dari ketidak-mampuan mendisain kurikulum secara individual ini, maka muncul ketimpangan dalam penggajian antara guru lokal dan guru asing. Disamping itu, karena tidak ada guru lokal yang berupaya untuk go international (agar dapat diterima mengajar di sekolah-sekolah di luar negeri), maka stigma guru-guru Indonesia adalah jago kandang makin lekat disandang oleh guru-guru lokal. Kalaupun ada guru Indonesia yang diterima mengajar di sekolah-sekolah di luar negeri, hampir dapat dipastikan, mereka adalah guru-guru Bahasa Indonesia karena sekolah-sekolah itu membutuhkan native speaker dalam pengajaran Bahasa Indonesia di luar negeri.
Akibat dari ketidak-mampuan mendisain kurikulum ini, banyak guru yang kemudian tidak memahami isi dan muatan kurikulum, sehingga kualitas pendidikan di Indonesia makin lama makin menurun.
Apa buktinya ?
(1). Masih sedikit sekolah Indonesia yang berhasil lolos dalam sertifikasi ISO 9001:2001
(2). Makin banyak guru yang ternyata tidak bisa mengerjakan soal-soal Olimpiade Sains Internasional.
Apa dampaknya ?
Bila kualitas guru makin merosot, maka jumlah pendaftar di sekolah tersebut akan makin berkurang. Karena jumlah murid makin sedikit, maka biaya operasional tidak lagi tercukupi, take home pay guru akan menurun, sehingga dedikasi guru akan menurun, akibatnya kualitas pengajaran akan merosot, dan seterusnya, membentuk lingkaran setan yang ruwet.
Apa bukti bahwa biaya operasional sekolah tidak tercukupi ?
Banyak gedung sekolah yang rusak dan tidak bisa diperbaiki. Belum lagi sarana dan prasarana yang makin tidak memadai.
Menghadapi dilema itu, maka penulis mulai memikirkan langkah terobosan agar lingkaran setan itu dapat diputus dan dihentikan.
Penulis menghadapi dua problema besar :
(1) Lingkaran setan di atas harus diputus dan dihentikan.
(2). Di Indonesia beredar banyak sekali kurikulum :
(2.a) Kurikulum Diknas yang dikenal sebagai kurikulum BIMTEK
(2.b) Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter
(2.c) Kurikulum Berbasis Kewira-usahaan (Entrepreneurship)
(2.d) Kurikulum Berbasis Multiple Intelligence
(2.e) Kurikulum bersendikan PPR (Paradigma Pendidikan Reflektif)
(2.f) Kurikulum berazaskan SAS (Sistim Administrasi Sekolah)
Para guru makin bingung dengan beban administratif yang makin banyak sehingga tujuan dan arah pendidikan makin kabur.
Atas dasar upaya pemecahan dua problema besar di atas, maka penulis berusaha mengintegrasikan semua kurikulum yang ada (dari 2.a sampai 2.f di atas) dengan skema mengentaskan kemandirian sekolah menuju sekolah yang berkualitas, yang dapat diuji melalui sertifikasi ISO 9001. Kurikulum terpadu ini sudah diuji-cobakan di :
1. 3 SD dan 4 SMP di Kab. OKU Timur, Prov. Sumsel
2. 2 SMA dan 1 SMP di Kab. Lembata, Prov. NTT
3. 2 SD dan 2 SMP di Kota Bekasi, Prov Jabar
4. 1 SMP di Kab Way Kanan, Prov. Lampung
Ini adalah sumbangsih penulis agar para guru dapat berdaulat di negerinya sendiri, bukan saja dihargai setara dengan guru-guru asing, tapi dapat sungguh-sungguh meningkatkan kualitas SDM di Indonesia, melalui kurikulum bercita rasa Indonesia asli. Semoga dengan ini para guru Indonesia dapat go international. Guru-guru Indonesia dapat mengangkat citra Indonesia sebagai negara pencetus disain kurikulum yang baik, negara pendidik dan inovator pendidikan, bukan sekedar pengekspor TKW.
Dimuat di KOMPASIANA tanggal 22 Agustus 2011 :
http://edukasi.kompasiana.com/2011/08/22/disain-kurikulum-bernafas-indonesia-asli/